Emiten Menara Telekomunikasi Galang Dana Rp 28,7 Triliun


Jakarta– Tiga emiten menara telekomunikasi berlomba-lomba menggalang dana untuk membiayai ekspansi, akuisisi, dan membayar utang.


Total nilai fund raising tersebut mencapai Rp 28,7 triliun. Adapun opsi pendanaan yang ditempuh adalah pinjaman bank, emisi obligasi, dan penawaran umum terbatas saham (rights issue).


PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), perusahaan menara independen terbesar yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), berencana menghimpun dana hingga sebesar Rp 6,2 triliun. Unit usaha Grup Djarum tersebut baru saja mendapat pinjaman bank sebesar US$ 340 juta dan 40 juta Euro (Rp 4,6 triliun). Selain itu, perseroan siap menerbitkan obligasi global senilai Sin$ 180 juta (Rp 1,6 triliun).


Di lain pihak, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), perusahaan menara independen terbesar kedua yang listing di BEI, tengah menjajaki pinjaman bank senilai US$ 1 miliar atau setara Rp 12 triliun. Perusahaan milik Grup Saratoga tersebut akan mengombinasikan pinjaman berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) dan rupiah.


Sementara itu, PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR), perusahaan menara independen terbesar ketiga yang listing di BEI, berencana menghimpun dana hingga sebesar Rp 10,5 triliun. Dana tersebut akan bersumber dari emisi obligasi global senilai US$ 650 juta atau sekitar Rp 7,9 triliun dan rights issue sebesar Rp 2,6 triliun.


Presiden Direktur Sarana Menara Adam Gifari mengatakan, fasilitas pinjaman yang diperoleh perseroan melalui PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) dan Protelindo Finance BV akan digunakan untuk melunasi utang Protelindo Finance dan Protelindo yang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) dan euro.


“Semua fasilitas ini juga bertujuan untuk mendapatkan tingkat beban bunga yang lebih rendah. Sedangkan untuk kebutuhan ekspansi, kami akan mengandalkan arus kas dari hasil kegiatan operasional perusahaan,” jelas Adam kepada Investor Daily di Jakarta, akhir pekan lalu.


Sarana Menara mengantongi pinjaman senilai total Rp 4,6 triliun, yang terdiri atas lima fasilitas. Fasilitas pertama yang didapat perseroan adalah pinjaman dari ING senilai 20 juta euro atau sekitar Rp 305 miliar. Protelindo Finance bertindak sebagai peminjam, sedangkan Protelindo sebagai penjamin. Fasilitas tersebut dikucurkan oleh ING Bank NV cabang Singapura. Fasilitas pinjaman ING jatuh tempo pada 19 November 2019 dan dikenakan bunga EURIBOR ditambah margin yang berlaku 1,95% per tahun.


Berikutnya, DBS Bank Ltd mengucurkan revolving loan facility (RLF) senilai US$ 50 juta atau sekitar Rp 608 miliar. Protelindo Finance sebagai peminjam, sedangkan Protelindo sebagai penjamin. Fasilitas DBS jatuh tempo pada 19 November 2019 dan dikenakan bunga yang mengacu LIBOR ditambah margin yang berlaku 1,95% per tahun.


Fasilitas selanjutnya berasal dari OCBC yang memberikan term loan 20 juta Euro atau Rp 305 miliar dan revolving credit facilities agreement US$ 100 juta atau Rp 1,2 triliun. Fasilitas itu ditandatangani pada 19 November 2014 antara Protelindo Finance sebagai peminjam dan Protelindo sebagai penjamin.


Fasilitas dari OCBC jatuh tempo pada 19 November 2019. Fasilitas dalam euro dikenakan bunga EURIBOR ditambah margin yang berlaku 1,95 persen per tahun, sedangkan fasilitas dalam dolar AS dikenakan bunga LIBOR ditambah margin 1,95 persen per tahun.


Keempat, Sumitomo Mitsui Banking Corporation cabang Singapura memberikan revolving loan facility agreement senilai US$ 100 juta atau Rp 1,2 triliun. Protelindo Finance bertindak sebagai peminjam dan Protelindo sebagai penjamin. Fasilitas SMBC jatuh tempo pada 20 November 2019 dengan bunga LIBOR ditambah marjin 1,95 persen per tahun.


Terakhir, perseroan memperoleh fasilitas pinjaman sindikasi senilai US$ 90 juta atau Rp 1,09 triliun dalam bentuk revolving loan facility agreement pada 20 November 2014. Di situ, Protelindo Finance dan Protelindo bertindak sebagai peminjam, dan Protelindo sebagai penjamin.


Fasilitas pinjaman sindikasi ini berasal dari The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ sebagai agen fasilitas, serta kelompok kreditor yang terdiri atas BNP Paribas cabang Singapura, Credit Suisse AG cabang Singapura, CIMB Bank Berhad cabang Singapura, Standard Chartered Bank cabang Dubai, dan The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ cabang Jakarta, dan JP Morgan Chase Bank NA cabang Jakarta.


Fasilitas sindikasi jatuh tempo pada 20 November 2019, serta dikenakan bunga LIBOR ditambah dengan margin yang berlaku 1,95 persen per tahun. Adapun fasilitas pinjaman ING, DBS, OCBC, SMBC, dan sindikasi disebut sebagai fasilitas pinjaman 2014.


Sementara itu, berdasarkan laporan The Business Times, Protelindo Finance yang merupakan anak usaha Sarana Menara akan mencatatkan obligasi senilai Sin$ 180 juta di Bursa Efek Singapura. DBS Bank dan OCBC bertindak sebagai joint lead managers dan bookrunners.


Surat utang Protelindo bertenor 10 tahun dengan bunga sebesar 3,25 persen. Obligasi tersebut dijamin dengan Asian Development Bank's Credit Guarantee and Investment Facility (CGIF). Transaksi dengan jaminan CGIF ini merupakan yang pertama kali dipasarkan dalam bentuk book building kepada berbagai investor institusi.


Protelindo menawarkan 91 persen dari nilai surat utang kepada investor yang berbasis di Singapura. Dari jumlah tersebut, sebanyak 97 persen diberikan kepada manajer investasi, perusahaan asuransi, dan sovereign wealth funds. Sisanya 3 persen dialokasikan kepada perbankan. Adapun pesanan (order book) dari investor hampir mencapai Sin$ 200 juta.


Di lain pihak, Tower Bersama tengah berdiskusi dengan sejumlah bank terkait fasilitas pinjaman senilai US$ 1 miliar atau setara Rp 12 triliun. “Kami sedang berdiskusi dengan sejumlah bank, tapi saya tidak bisa menjelaskan secara lebih rinci,” kata Direktur dan Sekretaris Perusahaan Tower Bersama Helmy Yusman Santoso kepada Investor Daily.


Helmy juga belum dapat mengungkapkan tujuan penggunaan pinjaman tersebut. Namun, berdasarkan laporan Global Capital, Tower Bersama dikabarkan mengincar fasilitas pinjaman revolving senilai US$ 1 miliar dengan jangka waktu lima tahun.


Sebelumnya, perseroan telah mendekati sejumlah bank untuk melunasi pinjaman (refinancing) senilai US$ 300 juta. Pencarian pinjaman tersebut telah ditutup pada Juli 2014. Namun, perseroan memutuskan kembali mencari pinjaman setelah melihat tren penurunan bunga kredit.


Selanjutnya, pada 1 Juli 2014, Tower Bersama mengantongi fasilitas pinjaman senilai total US$ 299 juta dari 17 bank Rinciannya, pinjaman dalam bentuk dolar AS berbentuk tranche senilai US$ 215 juta dan pinjaman rupiah senilai Rp 1 triliun.


Pada 10 Juli dan 15 Juli, Tower Bersama sudah menarik fasilitas pinjaman masing-masing senilai US$ 59 juta dan US$ 44 juta. Dana tersebut digunakan untuk melunasi sebagian utang perseroan yang sebesar US$ 190 juta.


Menurut Helmy, untuk kebutuhan ekspansi tahun ini dan tahun depan, perseroan masih memiliki sejumlah sumber pendanaan eksternal. Pertama, sisa debt program senilai US$ 900 juta dari total US$ 2 miliar.


Selain itu, perseroan berencana melangsungkan penawaran umum berkelanjutan (PUB) obligasi tahap II. Nilai PUB sekitar Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun pada tahun ini.


Terakhir, perseroan juga tengah menyiapkan penerbitan obligasi global hingga US$ 500 juta. Aksi ini rencananya akan dilakukan melalui anak usaha perseroan, TBG Global Ltd. “Untuk PUB II dan obligasi global ini masih terus kami cermati. Penerbitan akan sangat tergantung pada kondisi pasar,” ujar Helmy.


Investor Daily


Penulis: RID/TIM/WBP


Sumber:Investor Daily





Halaman tips trick jumper phonsel ini akan selalu diperbaharui bila admin menemukan lagi pada persamaan yang mirip postingan : Emiten Menara Telekomunikasi Galang Dana Rp 28,7 Triliun

Related Post

Random Post

Loading...

Tidak ada komentar