J Trust Tawar Bank Mutiara Rp 4,3-5,7 Triliun


Jakarta - Perusahaan asal Jepang, J Trust Co Ltd, mengajukan penawaran akuisisi 99,99 persen saham Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di PT Bank Mutiara Tbk sebesar 3-4 kali dari rasio harga saham terhadap nilai buku (price to book value/PBV) atau berkisar Rp 4,31-5,74 triliun.


“Itu penawaran tertinggi dibandingkan panawaran yang diajukan para investor lainnya. Selain itu, J Trust punya komitmen jangka panjang untuk mengembangkan Bank Mutiara,” tutur sumber di pemerintahan kepada Investor Daily di Jakarta, Kamis (18/9).


Sumber tersebut menambahkan, harga yang diajukan holding investasi yang tercatat di bursa saham Tokyo itu juga berada di atas valuasi independen yang telah dilakukan LPS pada kisaran 3-3,5 kali PBV atau berkisar Rp 4,31-5,03 triliun.


Dengan angka penawaran J Trust tersebut, tingkat pengembalian (recovery rate) Bank Mutiara diperkirakan mencapai di atas 50 persen. “Ancar-ancar kembali modal (break even point/BEP)-nya berkisar 10-15 tahun,” ujar sumber yang menolak disebutkan jatidirinya.


Dalam pengumuman resminya akhir pekan lalu, J Trust Co Ltd menyatakan telah ditunjuk LPS sebagai pemenang tender penjualan 99,996 persen saham LPS di Bank Mutiara. Manajemen J Trust juga telah meneken penjualan saham bersyarat dan perjanjian jual beli dengan PT Danareksa Sekuritas, perusahaan yang mengatur transaksi tersebut. J Trust segera menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) untuk menjadi pemegang saham pengendali Bank Mutiara.


Jangka Panjang


Sementara itu, Kepala Eksekutif LPS Kartika Wirjoatmodjo yang ditemui Investor Daily di Jakarta, kemarin, enggan menyebutkan nominal yang diajukan J Trust. Alasannya, ketentuan menggariskan hal itu. Apalagi J Trust baru akan menjalani tahapan fit and proper test.


Kartika hanya menegaskan, proses penetapan J Trust sebagai calon investor pemenang penjualan saham Bank Mutiara telah melalui prosedur yang baik dan melibatkan banyak pihak independen.


“J Trust memenangi penawaran karena memberikan penawaran terbaik dari sisi harga maupun nonharga di antara enam investor yang mengikuti proses penawaran akhir,” tandas dia.


Kartika menjelaskan, J Trust merupakan perusahaan besar di Jepang. Pemilik J Trust bahkan tercatat sebagai salah satu orang terkaya di Negeri Matahari Terbit. Perusahaan ini membawahkan bisnis di berbagai sektor, di antaranya perbankan, perusahaan pembiayaan, pinjaman konsumer, kartu kredit, dan penjamin kredit.


"Yang terpenting, J Trust mengambil Bank Mutiara bukan untuk jangka pendek. J Trust punya komitmen jangka panjang. Mereka ingin mengembangkan Bank Mutiara sebagai bank konsumer,” ujar dia.


Komitmen jangka panjang J Trust, menurut Kartika, dapat dilihat pada relatif rendahnya target nilai pengembalian terhadap rata-rata ekuitas (return on avarage equity/ROAE) Bank Mutiara yang dipatok dalam beberapa waktu kedepan. J Trust juga memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan penyaluran pembiayaan konsumsi melalui Bank Mutiara.


“Target ROAE mereka relatif rendah. Ini menunjukkan mereka tidak berencana menjual kembali Bank Mutiara dalam waktu dekat. Mereka ingin masuk dan mengembangkan bisnis consumer financing, di mana saat ini bank-bank Jepang lebih banyak fokus ke korporasi,” papar dia.


Kartika juga menilai J Trust memiliki kemampuan permodalan yang cukup untuk menopang bisnis Bank Mutiara ke depan. Hingga kuartal I-2014, J Trust memiliki total aset 334,74 miliar yen atau sekitar Rp 36 triliun dengan laba bersih 13,35 miliar yen (Rp 1,47 triliun).


Hanya Rp 1,4 T


Sumber lain di pemerintahan menyebutkan, kendati pemerintah sudah menyuntikan penyertaan modal sementara (PMS) sekitar Rp 8 triliun kepada Bank Mutiara, dana yang masuk sebagai modal sebenarnya hanya sekitar Rp 1,4 triliun.


Selain itu, menurut sumber tersebut, aset Bank Mutiara senilai US$ 160 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun yang dilarikan pemilik lama ke luar negeri --sesuai perjanjian kondisional penjualan saham Bank Mutiara-- akan diserahkan kepada pemerintah melalui LPS. Dengan demikian, recovery rate Bank Mutiara berpotensi di atas 70 persen. “Dibandingkan recovery rate bank yang diselamatkan beberapa tahun sebelumnya, angka tersebut lebih baik,” ucap sumber tersebut.


Sumber itu mencontohkan, recovery rate BCA ketika diselamatkan pada 1998 hanya 21 persen dengan nilai Rp 5,6 triliun atau 1,5-2,5 kali PBV. Contoh lainnya, BTPN belum lama ini dibeli dengan PBV 4,5 kali oleh Sumitomo Mitsui. Selain itu, Bank Bukopin dibeli Bosowa dengan PBV 1,3 kali, sedangkan Bank Agro diakuisisi BRI pada PBV 1,3 kali. DBS juga pernah menawar Bank Danamon dengan PBV 2,2 kali.


Kompromi yang Baik


Ekonom Universitas Atmajaya A Prasetyantoko menjelaskan, penjualan Bank Mutiara kepada asing merupakan kompromi yang baik. Terlebih harganya dinilai wajar atau berada di atas perkiraan LPS.


Investor baru Bank Mutiara, kata dia, diharapkan mampu mengatasi masalah likuiditas dan mendorong kinerja bank tersebut. “Kalau harga Bank Mutiara lebih dari 1,5 kali PBV, itu cukup bagus. Apalagi dalam kondisi tidak ideal,” ujar dia.


Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menuturkan, kondisi Bank Mutiara yang masih terlibat sejumlah kasus hukum dan politik membuat harga jualnya sulit dimaksimalkan.


Menurut Lana, harga yang diajukan J Trust sebesar 3-4 kali PBV sudah cukup bagus. “Memang susah mendapatkan harga yang maksimal sesuai PMS, karena Bank Mutiara masih sering dibahas dalam politik dan masih memiliki persoalan hukum. Itu yang menghambatnya,” papar dia.


Sekretaris LPS Samsu Adi Nugroho mengemukakan, J Trust dipilih sebagai calon investor pemenang pembelian saham Bank Mutiara karena memiliki penawaran terbaik, bukan hanya dari sisi harga, tetapi juga komitmen jangka panjang dan kemauan mengambil risiko yang dapat timbul.


Saat ini, menurut dia, LPS tengah melengkapi persyaratan fit and proper test pemegang saham pengendali (PSP) yang bakal dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK ). Kelengkapan itu di antaranya mengumumkan rencana akuisisi Bank Mutiara dan menyelenggarakan rapat umum pemegang saham (RUPS).


“Setelah seluruh prosesnya selesai, kami segera mengajukannya ke OJK. Awal November 2014 kami harapkan perizinan dari OJK keluar. Targetnya pada 20 November sudah closing,” tutur dia.


Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Perbankan OJK Nelson Tamphubolon sebelumnya mengatakan, pihaknya belum menerima dokumen resmi dari J Trust maupun LPS untuk melaksanakan fit and proper test manajemen J Trust sebagai pemegang saham pengendali Bank Mutiara.


Menurut Nelson, dalam mengajukan proses perizinan pemegang saham pengendali, J Trust harus menyampaikan dokumen secara lengkap. “Proses fit and proper test yang dilakukan OJK sendiri tidak lama. OJK kan sudah menjalin kerja sama dengan otoritas keuangan di Jepang,” ujar dia.


Bank Mutiara yang mengoperasikan 62 kantor cabang di seluruh Indonesia, ditaksir memiliki total aset senilai Rp 13 triliun. Bank Mutiara ditempatkan di bawah Pengawasan khusus Bank Indonesia (BI) pada 6 November 2008 dan telah dikendalikan LPS sejak 21 November 2008 sesuai keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).


Pemerintah telah menyuntikkan dana ke Bank Mutiara (waktu itu bernama Bank Century) sebesar Rp 6,7 triliun pada 2008, menyusul kekhawatiran bahwa krisis likuiditas yang dialami Bank Mutiara bersifat sistemik dan mengancam industri perbankan secara keseluruhan di Tanah Air.


Pemerintah kembali menyuntikkan dana Rp 1,24 triliun pada Desember 2013, sehingga total suntikan dana pemerintah ke Bank Mutiara hampir mencapai Rp 8 triliun. Sejak 2008, perdagangan saham emiten berkode BCIC itu disuspensi Bursa Efek Indonesia (BEI). (az)





Halaman tips trick jumper phonsel ini akan selalu diperbaharui bila admin menemukan lagi pada persamaan yang mirip postingan : J Trust Tawar Bank Mutiara Rp 4,3-5,7 Triliun

Related Post

Random Post

Loading...

Tidak ada komentar