Kampung Kue Rungkut Lor Mandiri Tanpa Rentenir


Surabaya - Salah satu sudut di Surabaya, di kawasan di Rungkut Lor, justru setiap subuh ramai pengunjung. Pada pukul 04.00 WIB hingga 05.00 WIB, di gang Kampung Kue di kawasan tersebut akan sudah berjejer para pedagang, pengecer maupun pengusaha toko kue menjemput berbagai jajanan yang baru diangkat dari penggorengan dan pemanggang kue.


Begitulah, Kampung Kue Rungkut Lor sebagai salah satu kelompok usaha kecil menengah (UKM) menghidupkan pasar kue basah dan kue kering di Surabaya.


Choirul Mahpuduah, salah satu pendiri UKM tersebut mengatakan warga kampung kue yang sebagian besar hidup dari produksi kue mulai bekerja sejak pukul 02.00 WIB. Dengan 65 pengrajin kue, setiap hari bisa menghasilkan omset penjualan rata-rata Rp 25 juta.


“Mereka awalnya ikut biar ada tambahan penghasilan, namun sekarang bukan penghasilan tambahan tapi penghasilan utama,” kata Choirul di kediamannya di Kampung Kue Rungkut Lor, Surabaya, Jawa Timur.


Kampung kue kemudian berbentuk unit usaha yang didirikan sejak tahun 2000 tersebut berupaya menjalankan produksi dengan iuran bersama. Hal ini dilakukan agar terbebas dari rentenir sehingga bisa berusaha tanpa terlilit utang.


Choirul mengatakan awalnya yang masuk menjadi anggota adalah para pendatang ke Surabaya yang membutuhkan penghasilan.


Masuk dalam UKM itu hanya dibutuhkan sumbangan masuk Rp 50 ribu dan iuran bulanan Rp 5 ribu perak. Dengan pesanan dari pengecer, toko kue hingga supermarket mereka mendapatkan modal dan untung yang bisa menghidupi keluarga.


Ditambahkannya, di kas unit usaha yang sedang disiapkan menjadi koperasi kini sudah ada sekitar Rp 24 juta sebagai dana tetap selain operasional yang didapatkan dari pesanan tiap hari.


Selain mengerjakan pesanan untuk kelompok usaha, para pengrajin kue juga dibebaskan menerima pesanan secara individual. Belakangan, Kampung kue juga menerima pesanan penganan selain kue seperti soto, lontong kecap dan gado-gado.


Khoirul sendiri sebagaimana para pengrajin kue lain tak jauh berbeda. Tinggal di rumah kontrakan dua kamar. Setiap bulan untuk uang sewa pengrajin kue tersebut mengeluarkan Rp 300 ribu. Di rumah kontrakan relatif mini itu dia membuat kue setiap paginya.


Lebih dari 70 jenis kue bisa diproduksi Kampung Kue setiap hari dengan variasi harga Rp 800 hingga Rp 3500.


“Rata-rata bisa produksi 25 ribu kue setiap hari,” kata dia lagi mengenai hasil produksi kampung tersebut.


Sebelum Siang Kue Diobral


Choirul Mahpuduah sempat menyajikan contoh kue buatannya kepada awak media yang berkunjung. Wartawan Beritasatu.com sempat mencoba sejumlah kue basah dan kue kering buatan UKM itu. Dengan kualitas bahan dan rasa yang sama, satu toples nastar yang dari kampung kue hanya Rp 45ribu diperkirakan wartawan bisa Rp 75 hingga Rp 90 ribu di toko kue kebanyakan.


Namun pengrajin kue terseut juga menjelaskan tantangan para pengrajin kue. Khususnya kue basah yang hanya bertahan satu bahkan tak sampai satu hari. , Dengan produk tak awetKampung Kue harus kreatif menghadapi pasar. Dia mengatakan kue-kue yang belum terjual dari kampungnya hingga pukul 11.00 WIB akan dipasok dengan potongan harga bahkan hingga setengahnya ke berbagai pasar di Surabaya. Beberapa anggota unit usaha berperan memasok ke pasar-pasar dengan memboyong kotak kue di sepeda motor mereka.


“Kalau enggak laku harus ada upaya diobral ke pasar-pasar. Ada yang bertugas untuk itu,” kata dia.





Halaman tips trick jumper phonsel ini akan selalu diperbaharui bila admin menemukan lagi pada persamaan yang mirip postingan : Kampung Kue Rungkut Lor Mandiri Tanpa Rentenir

Related Post

Random Post

Loading...

Tidak ada komentar